Meningkatkan self-acceptance (penerimaan diri) dengan Konseling Realita berbasis Budaya Jawa

Rieny Kharisma Putri

Abstract


Self-acceptance merupakan satu diantara faktor yang penting dalam mencapai kebahagiaan. Baik itu merupakan penerimaan diri sendiri maupun penerimaan sosial. Penerimaan diri merupakan kemampuan seseorang untuk mengakui kenyataan diri secara apa adanya termasuk juga menerima semua pengalaman hidup, sejarah hidup, latar belakang hidup, dan lingkungan pergaulan. Namun di balik semua itu, banyak manusia yang masih belum mencapai identitas dirinya, yang berakhir dengan tidak dapat menerima dirinya sendiri. Tujuan penggunaan konseling realita berbasis budaya jawa guna meningkatkan penerimaan diri. Konseling realita digunakan untuk mengubah konsep diri yang negatif menjadi konsep diri positif, dengan pengubahan tingkah laku yang lebih bertanggung jawab, merencanakan dan melakukan tindakan tindakan tersebut. Penggunaan terapi realitas berfokus kepada tingkah laku seseorang yang ditampilkan individu. Seperti halnya yang ditampilkan di atas mengenai perilaku penerimaan diri yang rendah. Pada pelaksanaanya konseling realitas ini berupaya untuk memasukan unsur-unsur budaya dalam teknik pelaksanaannya. Yakni memasukan unsur budaya jawa di dalam setiap tahapan teknik pelaksanaan konseling realita. Penggunaan budaya jawa dalam hal ini yaitu Sapa gawe bakal nganggo (yang membuat, dia akan menanggungnya) dan Nrimo ing Pandum (Sikap menerima). Budaya jawa ini digunakan meningkatkan penerimaan diri adalah bagaimana budaya jawa itu dapat meningkatkan penerimaan dirinya atas kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya.

 

Self-acceptance is one of the most important factors in achieving happiness. Whether it is self-acceptance and social acceptance. Self-acceptance is a person's ability to acknowledge reality as it is, as well as to receive all life experiences, life history, living background, and social environment. But behind all that, many humans still havent achieved their self-identity, which ends in not accepting themselves. the intersection of the use of reality counseling to improve self-acceptance. Reality counseling is used to transform a negative self-concept into a positive self-concept, by changing behavior that is more responsible, planning and performing the action. The use of reality therapy focuses on the behavior of a person displayed by the individual. Just as the above shows about low self-acceptance behavior. In implementation of reality counseling is trying to include elements of culture in the implementation techniques. Namely incorporate elements of Javanese culture in every stage of the implementation of reality counseling techniques. The use of Javanese culture in this case is Sapa gawe bakal nganggo (which makes, he will bear it) and Nrimo ing Pandum (Acceptance). This Javanese culture is used to improve self-acceptance is how Javanese culture can improve self-acceptance of the shortcomings and advantages it has.


Keywords


Penerimaan diri, self acceptance, konseling realita, budaya jawa

Full Text:

PDF

References


Ayatrohaedi. (1986). The nations culture personality. Jakarta : Pustaka jaya

Bernard, M.E (eds.),. & Hoffman,L. A & Lopez,A. J., Moats, M. (auth),, (2013). The strength of self-acceptance: theory, practice and research. London : Springer.

Corey, Gerald. (2013). Teori dan praktek Konseling dan psikoterapi. Bandung : PT Refika Aditama.

Endraswara, Suwardi. (2003). Falsafah hidup jawa (Life philosophy of Java). University of Michigan : Cakrawala.

Glasser, W (1998). Choice theory: A New psychology of personal freedom. New York: Harper Perennial.

Hurlock, E.B., (2006). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta : Penerbit Erlangga.

Latipun. (2015). Psikologi Konseling. Edisi keempat. Malang : UMM Press.

Liliweri, Alo. (2009). Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Neukrug, Ed. (2007). The World of the Counselor, An Introduction to the Counseling Profession. USA: The Thomson Coorporation.

Nugroho, Arie. (2011). Analisis Paribasan mengenai Kerukunan dalam Kajian Semantik. Jakarta: Universitas Indonesia.

Rahyono, F.X. (2009). Kearifan Budaya dalam Kata (Kulture wisdom on a word). Jakarta: Wedatama Widyasastra.

Richard, Nelson. (2011). Teori dan praktik Konseling dan terapi. Edisi keempat. Yogyakarta : Pustaka pelajar.

Segall, M. H., Dasen, P. R., & Berry, J. W., Poortinga. Y, H. (1990). Cross-cultural Psychology. New York: Cambridge University Press.

Rahayu dan Sri Muliati. (2010). Penerimaan Diri Dan Kebermaknaan Hidup Penyandang Cacat Fisik. Skripsi : Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta.

Ferdiawan, Erick dan Eka Putra, Wira. (2013). ESQ educarion for children character building based on philosophy of javaness in Indonesia. $th International Conference on New Horizons in Education. Procedia – Sosial and Behavioral sciences 106 (2003) 1096-1102.

Rohmah, F.A., (2004). “Pengaruh Pelatihan Harga Diri Terhadap Penyesuaian Diri Pada Remaja”, (Humanitas: Indonesian Psychological Journal Vol.1 No.1 hlm.53-63.


Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Prosiding SNBK (Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling) terindek oleh: