Revitalisasi nilai-nilai ‘Pappaseng’ sebagai kearifan lokal masyarakat Bugis: Konseling Eksistensial

Nurhaeda Nurhaeda

Abstract


Artikel ini mengkaji tentang revitalisasi nilai-nilai ‘pappaseng’ sebagai kearifan lokal masyarakat bugis dengan teori pendekatan eksitensial. Salah satu kekayaan budaya Indonesia yakni terdapat pada masyarakat Bugis. Warisan kearifan lokal masyarakat Bugis ini tertuang dalam kumpulan pesan atau wasiat yang biasa disebut dengan pappaseng. Pappaseng hadir ditengah masyarakat Bugis sebagai media pendidikan moral. Pappaseng bertujuan untuk membangun kualitas pribadi masyarakat yang ideal yakni yang membawa manfaat kepada alam semesta yang oleh pendekatan eksitensial disebut sebagai kebermaknaan. Eksitensial berbicara tentang sifat dasar dan hakekat keberadaan. Teori ini lebih pada menggali masalah-masalah universal yang dihadapi individu dan bagaimana individu mengatasinya untuk memperoleh peningkatan hidup dalam kebermaknaan dan aktualisasi. Terkait dengan membantu individu belajar mencari makna dan menemukan makna kehidupan tentu tidak lepas dari memiliki karakter ideal seperti yang terdapat dalam teks ‘pappaseng’ yang berisikan empat nilai yakni acca (kecakapan), lempu (kejujuran), warani (keberanian), dan getteng (keteguhan). Kearifan lokal suku bugis tersebut dapat dihidupkan kembali dengan konseling  berorientasi eksistensial, membantu klien menyadari bahwa nilai-nilai “pappaseng” adalah sandaran penting dalam  sejatinya hidup  untuk menjadi pribadi yang lebih berarti dan bermakna.

 

This article examines the revitalization of  'pappaseng' values as the local wisdom of the bugis community with the theory of the eksistensial approach. One of Indonesia's cultural richness is found in Bugis society. The legacy of local wisdom of Bugis society is contained in a collection of messages or wills commonly referred to as pappaseng. Pappaseng is present in Bugis society as a medium of moral education. Pappaseng aims to build the personal quality of an ideal society that brings benefits to the universe which by the excitatory approach is called meaningfulness. Eksitensial talk about the nature and nature of existence. This theory is more about exploring the universal problems facing the individual and how the individual overcame them to gain an increase in life in meaningfulness and actualization. Related to helping individuals learn to find meaning and find the meaning of life certainly can not be separated from having the ideal character as contained in the text 'pappaseng' which contains four values of acca (skill), lempu (honesty), warani (courage), and getteng (firmness ). The local wisdom of the bugis can be revived with existential-oriented counseling, helping clients realize that the values of "pappaseng" are an important backdrop for true life to become meaningful and meaningful individuals.

Keywords


Eksitensial, Papaseng, Masyarakat Bugis

Full Text:

PDF

References


Abbas Irwan (2013). Criteria of ideal leadership by lontaraq A study for learning materials of social studies dan history learning: international journal of history education, vol. Xiv, no. 2.

Abdullah, H. (1985). Manusia Bugis Makassar Suatu Tinjauan Historis terhadap Pola Tingkah Laku dan Pandangan Hidup Manusia Bugis Makassar. Jakarta: Inti Idayu Press.

Abidin, A. Z. (2005). “Siri’, Pesse’, dan Were’ Pandangan Hidup orang Bugis.”Dalam Hamid, A., dkk., Siri & Pesse Harga Diri Manusia Bugis, Makassar, Mandar, Toraja. Makassar: Pustaka Refleksi.

Abu bakar. N. (2011). “Perkembangan dan Pelestarian Budaya Tulis Nusantara”. Makassar: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar. Dalam Bulletin Somba Opu Vol. 14 No. 18, Maret.

Ahimsa-Putra, H.S. (2007). “Nilai Budaya dan Aktualisasinya – Bermasalah dan Tak Bermasalah- Dalam Istiasih, dkk (ed). Gelar Budaya Komunitas Adat di Makassar. Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Dirjen Nilai Budaya Seni dan Film.

Alam, S. dkk. (2005). Manfaat Pappaseng Sastra Bugis dalam Kehidupan Bermasyarakat. Makassar: Zamrud Nusantara.

Ali, Lukman, dkk., 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Ambo Enre, Fachruddin, dkk. (1985/1986). Pappasenna To Maccaé ri Luwuq sibawa Kajao Laliddong ri Boné. Ujung Pandang: Depdikbud, Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sulawesi Selatan La Galigo.

Amir, Andi Rasdiana, dkk. (1982). Bugis-Makassar dalam Peta Islamisasi. Ujung Pandang: IAIN Alauddin.

Beddu S, Akil A, Wahidah W, & Hamzah B. (2014). Eksplorasi Kearifan Budaya Lokal Sebagai Landasan Perumusan Tatanan Perumahan dan Permukiman Masyarakat Makassar. Prosiding, Temu Ilmiah IPLBI 2014.

Depdiknas. (2000). “Nilai Edukatif Pappaseng dalam Sastra Bugis.” Bunga Rampai Hasil Penelitian Bahasa dan Satra I. Makassar: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdiknas.

Depdiknas. (2010). “Nilai Budaya dalam Pappaseng Tomatoa: “Petuah Leluhur” Bunga Rampai Hasil Penelitian Bahasa dan Sastra. Balai Bahasa Ujung Pandang, Pusat Bahasa. Departemen Pendidikan Nasional.

Feist & Feist. (2009). Teori Kepribadian (Terjemahan Handriatno). Jakarta: Salemba Humanika.

Fromm, E. (1955). The Sane Society. New York: Fawcett World Library. Haddade, M.N. 1986. Ungkapan, Peribahasa, dan Paseng. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Haddade, Muh.Naim. (1986). Ungkapan, Pribahasa, dan Paseng: Sastra Bugis. Jakarta : Depdikbud, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.

Hakim, Zainuddin, (1990). Pasang dan Paruntukkana dalam Sastra Klasik Makssar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

H. Makmur, Katutu B & Rachmawati S. (2013). Diaspora Bugis Di Sumatra : Menyelusuri Seni Dan Budaya Bugis Di Provinsi Jambi. Tersedia Online di:https://www.researchgate.net/publication/272945694_Bugis_dalam_PeradabanMelayu [accessed Jun 21 2018].

Koesoema A, Doni, 2010. Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.

Machmud, H. (2000). Silasa, Kumpulan Petuah Bugis Makassar. Jakarta: Saudagar.

Mattalitti, M.A. (1986). Pappaseng to Riolota, Wasiat Orang Terdahulu. Jakarta: Departemen Pendidian dan Kebudayaan.

McLeod, J. (2003). An Introduction to Counselling. New York: Open University Press.

Muryanto, H. (2015). Strategi Mengajar Nilai Fair Play pada Pelatih Sepakbola di Kota Madiun. Counsellia: Jurnal Bimbingan dan Konseling, 5(2), 35-39.

Mattalitti, M. Arif, dkk. (1986). Pappaseng To Riolotak. Ujung Pandang: Balai Penelitian Bahasa.

Mattulada, (1995), Latoa: Suatu Lukisan Analitis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis. Ujung Pandang: Hasanuddin University Press.

Moein, A. (1990). Menggali Nilai-Nilai Budaya Bugis Makassar dan Sirik na Pacce. Ujung Pandang: Yayasan Mapress.

Palmer, R. (1963). Hermeneutika (Terjemahan Musnur Hery & Damanhuri Muhammad). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Punagi, Andi Abu Bakar. (1989). Pappaseng (Wasiat Orang Dahulu). Ujung Pandang: Yayasan Kebudayaan Sulsel.

Rahmi S, Mappiare A, & Muslihati. (2017). Karakter Ideal Konselor Dalam Budaya Bugis Kajian Hermeneutik Terhadap Teks Pappaseng.Jurnal Bimbingan dan Konseling, 2 (2), 228-237.

Said DM, M.Ide. (1977). Kamus Bahasa Bugis-Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Syamsudduha. (2013). Pappaseng Sebagai Falsafah Hidup Masyarakat Bugis Di Sulawesi Selatan. Makalah. Tersedia online di http://syamsudduhaa.blogspot.com/2013/10/pendidikan-nilai-dan-karakter-dalam.html. Diunduh 17 Juni 2018

T.Erford Bradley. (2015). 40 Teknik Yang Harus Dikuasai Konselor (Terjemahan Helly Prajitno & Sri Mulyantini): Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Tohari Musnamar. (1994). Bimbingan Penyuluhan Agama , Bulan Bintang, Jakarta.

Yusuf M. (2013). Relavansi Nilai-Nilai Budaya Bugis Dan Pemikiran Ulama Bugis: Studi Atas Pemikirannya Dalam Tafsir Berbahasa Bugis Karya Mui Sulsel. Jurnal Agama, Vol. XIII, 1 (1) h. ii-v.

Zuchdi, Darmiyati, 2009. Humanisasi Pendidiikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.


Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Prosiding SNBK (Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling) terindek oleh: